Syarat / Kriteria Menjadi Pemimpin Umat Islam

syarat atau kriteria pemimpin umat islam Syarat / Kriteria Menjadi Pemimpin Umat Islam
Demikian urgennya seorang pemimpin sebagai agent of change dalam Islam yang diperlukan sanggup membawa umat insan kepada suatu perubahan, melahirkan sejumlah pendapat dan kriteria dari sejumlah tokoh. Sebagian dari pendapat sempat muncul kepermukaan dan menjadi satu polemik sendiri dalam perihal keislaman.

Menurut Ahmad Ratif 'Armush, syarat-syarat diberikut dikategorikan sebagai syarat duniawi yang harus ada pada seorang pemimpin yang bisa membangkitkan umat sehingga sanggup menempati posisi yang mulia di kalangan bangsa-bangsa di belahan bumi. Syarat tersebut di antaranya yakni merdeka, lelaki, baligh, pintar dan bertubuh sehat yang disebut dengan syarat inti. Sejumlah syarat lain yang ditawarkan yakni diberilmu, membersihkan, berani dan mempunyai pendapat yang disebut dengan syarat kesempurnaan.

Pendapat Al-Mawardi terkena mereka yang berhak memangku kepemimpinan (ahl al-'imamah). Syarat yang diperuntukkan kepada mereka ada tujuh: Pertama, adil dengan banyak sekali persyaratannya. Kedua, berpengetahuan yang membawa kepada munculnya ijtihad dan aturan atas banyak sekali peristiwa (peristiwa). Ketiga, indera sanggup berfungsi dengan sempurna, baik pada pendengaran, penglihatan, maupun lidah. Hal itu dimaksudkan supaya sanggup membenarkan apa yang ia temukan melalui indera tersebut secara langsung. Empat, anggota badan bebas dari cacat yang sanggup menghalangi pelaksanaan gerak dan ketangkasan berdiri. Kelima, mempunyai pendapat yang membawa kepada munculnya kebijakan terhadap rakyat dan pengaturan banyak sekali kepentingan. Keenam, berani yang menjadikan adanya donasi terhadap elemen kecil dan memerangi musuh. Ketujuh, yaitu me-nyangkut keturunan. 

Pendapat al-Fara ada tiga syarat yang harus dimiliki oleh agent of change yang berhak memangku kepemimpinan (ahl al-'imamah): pertama hendaknya mempunyai sifat yang pantas untuk menjadi qadi, berupa baligh, berakal, diberilmu pengetahuan dan adil. Kedua menguasai metode peperangan (gizabul fikri), politik, bisa mempersembahkan keadilan dan membela rakyat. Ketiga hendaknya orang yang paling tepat tingkat pengetahuan dan agamanya. Sedang  berdasarkan pendapat Ibnu Khaldun, syarat memangku jabatan ini ada empat: diberilmu, adil, adil (kompeten), dan meiliki indera serta anggota badan yang sehat yang akan kuat pada pengambilan pendapat dan tindakan.

Nabi Muhammad sebagai seorang pemimpin dalam sejarah hidupnya sudah mengambarkan bahwa syarat-syarat tersebut di atas masihlah kurang sempurna. Sebagai pemimpin sekaligus sebagai individu, panglima perang dan kepala negara ia melaksanakan perubahan-perubahan tatanan sosial kemasyarakatan sebagai kepala keluarga dan pemerintahan. Nabi Muhammad mempunyai kesabaran, ketenangan dan keikhlasan yang luar biasa. Sebagai agent of change Ia sudah banyak merubah dan memperbaharui tatanan kehidupan umat insan mulai dari segi training tauhid, moral, etika serta mengatur cara diberinteraksi dengan individu yang satu dengan individu yang lain, juga cara diberinteraksi dengan golongan / komunitas lain.

Usaha Nabi dalam menata serta memperbaharui masyarakat Quraisy bukanlah suatu hal yang gampang, Ia menerima tantangan yang luarbiasa dari masyarakat pemilik sistem yang dianut secara turun temurun itu. Dan justru dari hal itu pula keperibadian Nabi Muhammad menjadi bentuk dan tipe agent of change yang melegenda. Demikian pula halnya yang dialami oleh para agent of change-agent of change Islam dalam masa keemasan dan kemunduran di zaman modern ketika ini. Banyak tokoh-tokoh sentral dalam perjalanan sejarah Islam yang mengalami hal serupa dalam perjuangan untuk merubah satu tatanan sosial kemasyarakatan. Bercermin dari kegigihan dan kepemimpinan sejumlah tokoh Islam itulah secara empiris kita tentu sudah sanggup mengambil beberapa bab terpenting dalam tipe dan aksara seorang agent of change dalam tinjauan sejarah peradaban Islam.

Dalam konteks dan dalam pandangan Islam biro perubahan dan pembangunan sanggup dibagi ke dalam empat kategori besar. Kategori yang pertama yakni menyangkut pedoman Islam itu sendiri, yang kedua insan sebagai objek sekaligus sebagai subjek pembangunan, yang ketiga yakni implementasi dari pedoman dan individualis dalam bentuk amalan dan perbuatan, dan yang keempat yakni lingkungan di mana sebuah proses pembangunan berlangsung. Hal terakhir ini terkait dengan lingkungan dengan segala unsur dan faktor yang melingkupinya.

Melaksanakan pedoman agama  berarti membangun dan melaksanakan pembangunan berarti mengamalkan pedoman agama. Ini artinya antara agama dan pembangunan saling terkait menyerupai dua sisi mata uang yang tidak sanggup dipisahkan. Pembuktiannya, secara terprogram norma pedoman agama mencakup beberapa aspek ajakan untuk memperbaiki diri yang membutuhkan kepada perubahan. Perubahan sendiri yakni elemen pembangunan. Apalagi jikalau dikaitkan dengan teori, bahwa keberhasilan pembangunan sektor agama amat memilih pembangunan pada sektor lain.

Habib Ghuzairin, dikutip Dr Saleh Muntasir, mengemukakan bahwa dalam konteks perubahan, agama berfungsi setidaknya sebagai empat hal; yakni: (1) pemdiberi petunjuk dan meletakkan dasar keimanan, (2)  memdiberi semangat dan nilai ibadah yang meresapi seluruh kegiatan insan dalam hubungannya dengan Tuhan, antarmanusia, serta dengan alam semesta yang tercakup dalam dimensi sosial, dan demensi kosmologis, (3) Memdiberi inspirasi, motivasi dan stimulasi biar seluruh potensi insan biar diaktifkan secara terbaik, (4) Memadukan kegiatan insan menjadi kesatuan yang utuh. Islam sebagai agama ialah forum spiritual yang berperan penting sebagai agent of change sepanjang sejarah dunia.
close