kata "PEMBANGUNAN" dalam segala bentuk baik fisik maupun non psikis selalu diidentikkan sebagai perubahan dan pembaruan dari sesuatu kepada sesuatu dengan ciri-cirinya sendiri. Mengadakan suatu perubahan atau pembaharuan ialah hal sangat signifikan dalam Islam, alasannya tanpa adanya pembaharuan hidup akan statis. Islam selalu menginginkan dan mengajarkan yang terbaik, adanya perubahan yang mengarah kepada paripurnanya fatwa Islam itu sendiri dan terwujudnya sebuah agama yang diakui disisi-Nya sebagaimana yang dijelaskan dalam bab selesai ayat 3 surat Al-Maidah.
Dalam konteks sejarah keislaman, agent of change yang sudah menerangkan perubahan secara menyeluruh, mulai dari fisik dan non fisik yang berkaitan pribadi dengan peradaban dan norma-norma yang manusiawi. Muhammad sebagai utusan Allah SWT yang terakhir sudah memainkan kiprahnya sebagai tokoh pembaharu sekaligus tokoh pembangunan dalam Islam. Perannya sebagai agent of change melampaui dari batasan-batasan agent of change sendiri, baik sebagai individual maupun sebagai pemimpin keluarga sekaligus pimpinan lembaga/negara.
Dalam konteks sejarah keislaman, agent of change yang sudah menerangkan perubahan secara menyeluruh, mulai dari fisik dan non fisik yang berkaitan pribadi dengan peradaban dan norma-norma yang manusiawi. Muhammad sebagai utusan Allah SWT yang terakhir sudah memainkan kiprahnya sebagai tokoh pembaharu sekaligus tokoh pembangunan dalam Islam. Perannya sebagai agent of change melampaui dari batasan-batasan agent of change sendiri, baik sebagai individual maupun sebagai pemimpin keluarga sekaligus pimpinan lembaga/negara.
Seperti juga dalam perkembangan dan pembangunan dunia modern, agent of change dalam Islam sanggup dibagi ke dalam beberapa sub bidang dan profesi, yaitu individual (kepala keluarga, tenaga pendidik, muballigh/dai, tokoh agama dan pemimpin), forum pendidikan (dayah/madrasah dengan segala jurusan dan tingkatan formal maupun non formal), kelompok masyarakat (komunitas-komunitas profesi, keilmuan, pendidikan nonformal, or-ganisasi keagamaan dan kepemudaan, kekuasaan (pimpinan atau tokoh sentral dalam lembaga-lembaga tertentu baik formal maupun nonformal baik yang bersifat keagamaan, sosial, struktural maupun non struktual, orang yang mempunyai wewenang dan otoritas dalam mengorganisir, menggerakkan, mengarahkan, membimbing komunitas atau forum tertentu).
Islam sebagai agama yang memperlihatkan keseimbangan teosentrisme dengan antroposentrisme, Islam memandang insan mempunyai tugas yang sangat besar dalam memilih masa depannya. Kalau insan mempunyai tugas yang amat penting dalam memilih masa depannya, maka training sumberdaya insan menjadi sangat sentral dalam menghadapi persoalan-persoalan dan tantangan-tantangan pembangunan bangsa di masa menhadir.
Menyangkut pemberdayaan biro perubahan serta peningkatan kualitasnya, Harun Nasution semenjak tahun 1998 melalui bukunya "Islam Rasionalitas" sudah menyebarkan dan memperlihatkan wacana wacana hal tersebut. Ia lebih menekankan pada perubahan pada forum pendidikan keislaman terutama pada kualitas outputnya. Seperti yang ditulisnya bahwa tujuan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan seharusnya bukan lagi menghasilkan agamawan dan ulama tanpa prediket tertentu, tetapi ulama yang berpikiran luas, rasional, filosofis dan ilmiah dengan teologi rasionalnya. Untuk menghasilkan ulama yang berpikiran luas, rasional, filosofis dan ilmiah. Kurikulum, mulai dari dayah atau pesantren serta forum formal lainnya dari tingkat dasar harus disusun dengan fatwa agama serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Kalau pada zaman lampau agama sudah dibuktikan bukan sebagai penghalang. Bahkan menjadi pendorong bagi pembangunan sosial budaya, maka pada zaman kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen sekarang, agama harus juga berperan serupa.